Senin, 19 Januari 2015

CUPU MANIK ASTAGINA

Al kisah ada sebuah pertapaan di Gunung Sukendra yang dihuni Resi Gotama dan keluarganya. Resi Gotama keturunan Bathara Ismaya, putra Prabu Heriya dari Mahespati. Ia memiliki seorang kakak bernama Prabu Kartawirya yang menurunkan Prabu Arjunasasrabahu. Karena jasa dan baktinya pada para dewa, Resi Gotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan bernama Dewi Windradi. Dalam perkawinan ini mereka dikaruniai tiga orang anak Dewi Anjani, Guwarsa, dan Guwarsi. Karena besarnya rasa cinta pada Dewi Anjani, Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya. Ia memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah mewanti-wanti untuk tidak sekalipun menunjukkan, apalagi menyerahkan benda kedewatan itu kepada orang lain, walaupun itu putranya sendiri . Apabila pesan itu sampai terlanggar, kejadian yang tak diharapkan akan terjadi tanpa bisa dibendung lagi. Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dilihat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina, di samping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa juga di dalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kasuwargan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya dapat dilihat dengan nyata dan jelas gambaran swargaloka yang serba polos, suci dan penuh kenikmatan. Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua makluk di jagad raya. Akan halnya khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta yang menjadi keinginan pemiliknya. Dorongan rasa cinta terhadap putri tunggaInya telah melupakan pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut meskipun kepada ayahnya maupun kepada adik-adiknya. Suatu kesalahan dilakukan Dewi Anjani. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan di antara mereka saling berebut Cupumanik Astagina. Anjani menangis melapor pada ibunya, sementara Guwarsa dan Guwarsi mengadu pada ayahnya. Bahkan secara emosi Guwarsa dan Guwarsi menuduh ayahnya, Resi Gotama telah berbuat tidak adil dengan menganak emaskan Anjani, suatu tindakan yang menyimpang dari sifat seorang resi. Tuduhan kedua putranya membuat hati Resi Gotama sedih dan prihatin, sebab ia merasa tidak pernah berbuat seperti itu. Segera ia memerintahkan Jembawan, pembantu setianya untuk memanggil Dewi Anjani dan Dewi Windradi. Karena rasa takut dan hormat kepada ayahnya, Dewi Anjani menyerahkan Cupumanik Astagina kepada ayahnya. Anjani berterus terang, bahwa benda itu pemberian ibunya. Dewi Windradi diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut. Dewi Windradi seperti dihadapkan pada buah simalakama. Berterus terang berarti membongkar hubungan gelapnya dengan Bhatara Surya, tetap diam sama artinya dengan tidak menghormati suaminya. Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gotama marah, hingga mengutuknya menjadi patung batu. Dengan kesaktiannya, dilemparkannya patung itu melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutuk, kelak akan memjelma kembali jadi manusia setelah dihantamkan ke kepala raksasa. Demi keadilan Resi Gotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Dewi Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa serta Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja ia telah melintas di balik bukit. Cupu tersebut terbelah jadi dua, jatuh di Ayodya jadi Telaga Nirmala, tutupnya jatuh di hutan jadi telaga Sumala. Anjani, Guwarsi, Guwarsa dan Jembawan yang mengira cupu jatuh kedalam telaga langsung mendekat dan meloncat masuk. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa, Guwarsi dan Jembawan berubah wujud jadi manusia kera. Melihat kera di hadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena dianggap menghalangi. Pertarungan terjadi diantara mereka dan berlangsung seimbang, keduanya saling cakar, saling pukul untuk saling mengalahkan. Jembawan yang memandang dari kejauhan tampak heran melihat dua kera bertengkar, dengan tingkah laku dan ucapan persis seperti junjungannya Guwarsa dan Guwarsi. Dengan hati-hati Jembawan mendekat dan menyapa. Merasa dipanggil, mereka berhenti bertengkar dan baru sadar bahwa ketiganya telah berubah wujud. Merekapun menangisi kejadian yang menimpa diri mereka. Dewi Anjani yang merasa tidak dapat berenang duduk pasrah di tepi telaga, mencuci kaki, tangan dan membasuh muka hingga kaki, tangan dan mukanya pun berwujud kera. Demi mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa, sambil meratap tangis mereka kembali ke pertapaan. Resi Gotama yang waskita dengan tenang menerima kedatangan putranya yang kini berwujud kera. Setelah memberi nasehat, Resi Gotama menyuruh ketiganya pergi bertapa sebagai cara menebus dosa. Guwarsi harus bertapa seperti kelelawar, menggantungkan kakinya di pohon dengan kepala di bawah, berganti nama jadi Subali. Guwarsa harus bertapa seperti kijang, berjalan merangkak dan makan dedaunan, namanya diganti Sugriwa. Dewi Anjani harus bertapa telanjang, merendamkan tubuhnya sebatas leher di telaga Madirda yang airnya mengalir ke sungai Yamuna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar