Selasa, 17 Oktober 2017

Cerita Negara China Digubah dalam Ketoprak

Ketoprak Jawa dengan lakon Panglima Sudiro memberi teladan tentang perjuangan seorang perwira tangguh. Sudiro diceritakan menjadi panglima perang yang ingin mengajak negara lain menjadi maju. Kisah itu dipentaskan dalam kesenian ketoprak Jawa. Awal pementasan dilakukan sekitar tahun 1970-an yang diprakarsai oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Namun, siapa sangka jika cerita berlatar Jawa tersebut diangkat dari kisah budaya Tionghoa? Pakar kesenian Tionghoa asal Solo, Aji Tjandra menjelaskan seputar pengadopsian cerita nyata dari negeri Tiongkok tersebut. Menurutnya, kisah Sudiro terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Tang. Sudiro, merupakan nama Jawa yang diserap dari nama aslinya Sie Djien Koei. Selain sebagai panglima perang, ia merupakan Perdana Menteri negara Tiong Tiau. Ia memanfaatkan penghasilan ayahnya yang bekerja sebagai tabib untuk berguru. Ia berguru sastra dan juga silat. Karena latihan silatnya sangat menonjol, ia menjadi seorang panglima yang tangguh di negeri yang diperintahnya. Dikisahkan bahwa dia memiliki kemampuan mengeluarkan sukmanya dan berubah wujud menjadi macan putih. Karena itu, kesaktian yang dimiliki membuat negaranya ditakuti masyarakat negara lain. Sie Djien Koei mempunyai anak bernama Sie Ting San. Dalam ketoprak, nama itu diubah menjadi Sutrisno. Sie Ting San memiliki kekuatan seperti ayahnya sehingga menjadi pemimpin perang dengan negara lain di Tiongkok. Suatu ketika, ia berhadapan dengan Whan Lee Wha atau Waryanti serta kedua kakak laki-lakinya. Karena kesaktian Sie Ting San, kedua kakaknya pun melarikan diri dan menyerahkan peperangan itu kepada adik bungsunya. Bukan perang yang terjadi namun Whan Lee Wha justru menaruh hati pada Sie Ting San. Whan Lee Wha pun menyerahkan negaranya untuk bergabung dengan negara Tiong Tiau. Sie Djien Koei yang mengetahui hal memberikan restu keduanya untuk menikah meski Sie Ting San telah memiliki dua istri. Setelah menikah, seorang guru Sie Djien Koei meramalkan bahwa pasangan baru itu akan mengalami cinta abadi setelah mengalami perceraian sebanyak tiga kali. “Dan betul, masalah terus menerpa mereka berdua. Misalnya Sie Ting Sang masih curiga pada istrinya yang masih memiliki kepentingan untuk perang. Mereka pun akhirnya bercerai,” tutur Aji. Perceraian itu terjadi sebanyak tiga kali. Namun, Whan Lee Wha tetap tulus mencintai suaminya. Setelah perceraian terjadi, Sie Ting San menyadari ketulusan istrinya. Sejak itu, mereka menemukan cinta yang abadi. Selain mengandung makna perjuangan demi kemajuan negara, ketoprak Jawa tersebut mengajarkan arti perjuangan mencapai sebuah cinta sejati. “Ketulusan hati Hwan Lee Hwa untuk tetap mencintai suaminya, meski Sie Ting San berprasangka buruk padanya, membuahkan hasil yang baik. Ketulusan itulah yang melandasi cinta mereka berdua,” terang Aji. Bernadheta Dian Saraswati

1 komentar: